BANDAR ATLANTIS.
BAGI sebahagian besar orang, Atlantis adalah sebuah benua yang hilang, rumah pertama peradaban, tanah terang dan keemasan yang diterbangkan oleh serangkaian puncak kekuatan ledakan. Ia kemudian terbaring lelap di dasar samudera, dengan pucuk-pucuk pegunungannya menjulang dari alas laut. Bagi sebahagian orang lagi, Atlantis lebih dipandang sebagai legenda daripada fakta.
Legenda itu ''dibangun'' oleh Plato, ahli falsafah Yunani, sebagai latar belakang dua dialognya yang terkenal. Bangunan itulah yang kemudian dikembangkan para romantikus besar melalui perjalanan abad. Tapi, ada juga yang menganggap Atlantis sebagai tunggak yang nyata dari awal peradaban. Ia didokumentasikan di lokasi yang berbeza-zeda, namun tetap di sekitar Samudra Atlantik.
Namun, di dalam hampir semua ensiklopedia, Atlantis tak lebih dari sebuah dongeng. Ia tak pernah dirujukkan ke dalam catatan sejarah mana pun. Tapi, ''Betapapun, para geologi dan oseanografer seolah bersetuju bahwa 'sesuatu' yang menyerupai benua pernah hadir di sekitar Atlantik,'' tulis Charles Berlitz di dalam bukunya, The Mystery of Atlantis, yang diterbitkan pada 1976.
Misalkan pun Atlantis hanya dongeng, ia adalah dongeng yang hidup sampai masa kini. Lebih dari 5.000 buku telah ditulis tentang benua yang raib ini. ''Atlantis, sepertinya, tetap merupakan bahagian dari kebudayaan kita --terserah kita percaya atau tidak,'' tulis Berlitz. ''Ia menginspirasi karya klasik, mempengaruhi sejarah, bahkan menyumbang bagi penemuan dunia baru.''
Nama Atlantis muncul dalam dua dialog yang ditulis Plato pada abad ke-4 Sebelum Masehi (SM), Timaeus dan Critias. Dialog ini bercerita tentang kunjungan Solon ke Mesir. Di negeri itu Solon menemukan, para pendeta Mesir kuno di Sais pernah menulis catatan tentang keberadaan ''sebuah pulau benua di bawah Pilar-pilar Heracles'' --nama purba untuk Selat Gibraltar.
Negeri itu dideskripsikan sebagai jantung sebuah imperium yang besar dan menakjubkan. Penduduknya banyak, kota-kotanya beratapkan emas. Ia mempunyai armada besar pasukan tentara yang besar untuk melakukan penaklukan ke atas negeri lain. Lebih jauh Plato melukiskan, negeri itu lebih besar dari Libya dan Asia digabungkan jadi satu. Dan namanya adalah Atlantis.
Pulau Raksasa di Seberang Mediterania
MENURUT Plato, Atlantis tenggelam 9.000 tahun sebelum masanya. Jadi, sekitar 11.600 tahun yang silam. Di dalam Critias dinarasikan, gempa dan banjir yang kejam telah menenggelamkan benua itu hanya dalam sehari semalam. Tetapi, sejak awal ''tesis'' Plato sudah mengutubkan dua kelompok: yang percaya dan yang tidak percaya terhadap ''penemuan'' itu.
Aristotle, bekas murid Plato yang hidup pada 384-322 SM, tercatat sebagai salah seorang pertama yang tidak percaya pada gurunya sendiri. Anehnya, dia sendiri menulis tentang sebuah pulau besar di Samudra Atlantik, yang oleh orang-orang Cathaginia disebut ''Antilia''. Pada abad ke-4 SM, Krantor, murid Plato yang lain, malah mengaku menyaksikan sisa tiang peninggalan Atlantis.
Herodotus, ahli sejarah berkebangsaan Yunani yang hidup pada abad ke-5 SM, juga meninggalkan beberapa naskah rujukan yang menyebut keberadaan kota misteri di Samudra Atlantik. Walau tidak secara khusus menyebut Atlantis, Herodotus menyebut nama bangsa yang memiliki kesamaan bunyi dengan Atlantis, semisal ''Atarantes'' dan ''Atalantes''.
Sebagian penulis terkemuka masa silam, yang yakin terhadap kebenaran legenda benua hilang ini, enggan menyebut nama Atlantis. Alih-alih, mereka menyebut benua itu dengan nama Poseidonis. Nama ini diambil dari nama Poseidon, Dewa Laut dan penguasa Atlantis. Plutarch, penulis yang hidup pada 46-120 Masehi, juga menceritakan adanya benua semacam Atlantis. Ia menyebutnya ''Saturnia''.
Tapi, dari ribuan karya tertulis tentang Atlantis, ada satu yang harus disebut dalam setiap perbincangan tentang Atlantis, iaitu buku Atlantis--Myths of the Antediluvian World karya Ignatius Donnelly. Jika karya Plato, Timaeus dan Critias, memperkenalkan keberadaan Atlantis, buku karya Donnelly yang terbit pada 1882 ini boleh dikata memicu ''gerakan'' pencarian Atlantis.
Donnelly percaya, pada masa lalu di Samudra Atlantik, berseberangan dengan mulut Laut Medditeranian, sememangnya terdapat sebuah pulau raksasa. Menurut Donnelly, penerangan Plato tentang pulau ini sama sekali bukan dongeng, melainkan fakta yang harus dicungkil kebenarannya lewat pendekatan keilmuan. Pendekatan inilah yang membezakan buku Donnelly dengan karya tentang Atlantis yang ada sebelumnya.
Syurga Dunia di Samudra Barat
YANG menarik, Donnelly berteori bahwa Atlantis adalah peradaban pertama yang dimiliki umat manusia. Atlantis pula yang merupakan kekuatan kolonial yang mengajarkan peradaban ke seluruh pesisir dan daratan di seputar Atlantik. Tak hanya berhenti di situ, Donelly mengungkapkan, Atlantis pula yang menularkan peradaban ke Mediterranean, Amerika Selatan dan Utara, bahkan hingga Baltik dan Asia Tengah.
Maka, sangat wajar jika dalam argumen Donnelly, seluruh mitologi yang dikenal di Mesir serta Peru adalah perwujudan dari agama bangsa Atlantis, yaitu mengabdi matahari. Aksara Phoenicia, ibu dari seluruh alfabet bangsa Eropah, juga dipandang Donnelly sebagai keturunan langsung dari aksara yang digunakan penduduk Atlantis.
Donnelly juga merujuk pada sebab-sebab alamiah untuk menjelaskan fenomena gempa bumi dan banjir besar yang menenggelamkan Atlantis. Sebagai contoh bahwa tenggelamnya sebuah daratan yang luas pernah terjadi dalam sejarah, Donnelly memadankan gempa bumi yang menenggelamkan sebagian Sisilia dan 2.000 juta persegi daratan di Lembah Indus.
Sebagian argumen ilmiah yang dikemukakan Donnelly dalam bukunya terbukti usang, sejalan dengan penemuan ilmu pengetahuan modern. Tapi, preposisi dasar yang dikemukakannya tetap menjadi asas kepercayaan para pencari dan para fanatik Atlantis --kaum yang percaya keberadaan Atlantis. Salah satunya adalah kesamaan legenda tentang sebuah syurga di Samudra Atlantis, yang secara bersamaan hidup dalam mitos kuno berbagai bangsa.
Mereka yang percaya pada Atlantis memang yakin, jika benua hilang itu benar-benar ada, pastilah kenangan tentangnya hidup di benak bangsa-bangsa di kedua sisi Samudra Atlantik. Ternyata, catatan tertulis dan dongeng di berbagai bangsa seolah membenarkan keyakinan ini. Kaum Welsh, nenek moyang bangsa Inggris, misalnya, selalu menunjuk ''samudra di sebelah barat'' setiap membincangkan syurga dunia.
Kaum Welsh menyebut surga itu ''Avalon''. Bangsa Babylonia juga menempatkan surga dunia mereka di ''samudera barat'', dan menamakannya ''Aralu''. Bangsa Mesir kuno menunjuk ''kediaman para jiwa'' di sebuah tempat jauh di barat, di tengah-tengah samudra. Bangsa Mesir menyebut tempat itu dengan berbagai nama: ''Aaru'' atau ''Aalu'', atau ''Amenti''.
Banjir Kiriman Dewa Taufan
BANGSA Celtic, nenek moyang bangsa Spanyol, dan kaum Basque, juga punya tradisi yang menyebut bahawa kampung halaman mereka ada di samudera sebelah barat. Bangsa Gauls di Perancis, terutama suku bangsa di sebelah barat, punya legenda bahwa nenek moyang mereka datang dari tengah samudera barat, sebagai akibat bencana yang menghancurkan negeri asalnya.
Suku-suku kuno di Afrika juga mempunyai cerita dalam tradisi mereka yang menyebut adanya ''benua'' di sebelah barat Afrika. Suku-suku Afrika ini menyebut bangsa penghuni daratan itu sebagai ''Atarantes'' dan ''Atlantioi''. Sementara pada seberang lain Samudra Atlantik, di Kepulauan Canary, ada suku penghuni gua kuno yang menyebut diri ''Atalaya''. Mereka pun punya dongeng tentang tenggelamnya Atlantis.
Sementara itu, bangsa-bangsa Arab memiliki legenda tentang kaum ''Ad'' yang musnah dihancurkan banjir yang dikirim Tuhan sebagai hukuman atas dosa-dosa mereka. Bahkan, menurut Charles Berlitz, para fanatisi Atlantis percaya adanya kemungkinan bahawa Adam (Ad-am) tidaklah merujuk pada manusia pertama, tapi ras pertama.
Di Amerika Selatan dan Amerika Utara, majoriti suku Indian mempunyai legenda yang menceritakan bahwa nenek moyang mereka adalah manusia super yang datang dari arah timur. Bangsa Aztec, misalnya, melestarikan nama ''Aztlan'', negeri asal nenek moyang mereka, sebagai nama suku. Quetzalcoatl, dewa kaum Aztec dan bangsa Meksiko, disebut sebagai laki-laki kulit putih yang penuh cambang.
Dewa ini, menurut legenda, datang ke Lembah Meksiko dari tengah samudera untuk mengajarkan peradaban baru. Dalam kitab suci bangsa Quiche Maya, terdapat kisah tentang negeri di timur, tempat nenek moyang kaum Quiche Maya sempat hidup dalam syurga ideal ''kala kaum putih dan hitam hidup dalam perdamaian sejati'', sebelum dewa Taufan (Hurricane) marah dan mengirimkan banjir ke bumi.
Kepercayaan, atau legenda, tentang adanya banjir besar yang memusnahkan peradaban juga menjadi alasan lain yang menyebabkan banyak orang meyakini keberadaan Atlantis. Hampir seluruh peradaban memang memiliki legenda tersendiri tentang banjir besar yang menghancurkan, yang menyisihkan sebahagian kecil orang yang selamat untuk melanjutkan kehidupan di tempat lain.
Piramid Bertaburan di Amerika Tengah
DALAM bentuk yang sedikit berbeza, legenda semacam ini hidup pada bangsa-bangsa Babylonia, Persia, Mesir, Yunani, Italia, Cina, India, dan hampir seluruh bangsa Asia. Legenda tentang banjir ini bahkan juga hidup di kalangan Indian Amerika. Pada banyak suku Indian, malah hidup legenda bahwa nenek moyang mereka datang dari timur, dengan kapal yang selamat dari banjir besar.
Tapi, tak hanya legenda yang membuat argumen Atlantis sebagai asal peradaban laku dipercayai. Bukti-bukti arkeologi besar sempat membuat teori ''asal tunggal peradaban'' ini makin kuat. Beberapa peradaban kuno ternyata memiliki kesamaan, padahal letak mereka begitu berjauhan. Lihat saja kesamaan antara piramid di Mesir dan piramid-piramid di belahan lain Samudera Atlantik.
Penemuan arkeologi menunjukkan, betapa Amerika Tengah ternyata penuh dengan piramid. Bangsa Toltec, bangsa Aztec, bangsa Teotihuacan, dan bangsa Maya, semua memiliki piramid. Lalu, siapa yang membangun piramid-piramid itu? Apa hubungannya dengan piramid Mesir yang bentuk serta teknologinya sangat mirip?
Bangsa-bangsa yang terpisah jarak begitu jauh ini ternyata memiliki kesamaan begitu besar. ''Di Mesir terdapat piramid, di Mexico juga ada. Tentu muncul dugaan bahawa kedua jenis piramid itu berasal dari sumber yang sama,'' kata Dr. Ken Feder, arkeolog pada Central Connecticut State University, dalam ''Atlantis Uncovered'', program spesial televisi BBC, yang ditayangkan 28 Oktober 1999.
Tak hanya itu, ilmu pengetahuan juga menjelaskan tentang mengapa beberapa peradaban yang terpisah jauh itu sama-sama menulis dengan hieroglif. Juga menjelaskan, mengapa kebudayaan-kebudayaan itu memiliki pemahaman astronomi dan keagamaan yang begitu mirip. Bagi Ignatius Donnelly dan pengikutnya, yang percaya pada asal-usul tunggal peradaban, jawaban pertanyaan itu jelas belaka.
Semua membuktikan bahwa Atlantis memang pernah benar-benar ada. Teori Atlantis ini memang sangat masuk akal. Dan bukan hanya kaum awam yang percaya. Kepada BBC, Dr. Ken Feder menceritakan bahwa setiap tahun, empat dari lima mahasiswa arkeologi di kelasnya percaya bahwa Atlantis kemungkinan besar memang pernah ada.
Bukti-bukti Baru Terus Bermunculan
NAMUN, secara umum, para arkeologi ternama kini tetap memandang teori Atlantis hanya sebagai teori. Semua keraguan itu bermula dari revolusi yang terjadi pada ilmu arkeologi pada 1950-an. Pada dekad itu, ditemukannya teknologi carbon dating boleh dikatakan telah mengubah secara dramatik cara arkeologi memandang peninggalan masa lalu.
Dengan carbon dating, untuk pertama kalinya para arkeologi dan saintis boleh menetapkan usia pasti peninggalan arkeologi dengan menguji unsur kimia sampel kawasan itu. Hasil penelitian carbon dating ternyata menunjukkan bahwa piramid-piramid yang dipisahkan jarak di kedua sisi Samudra Atlantik itu dibangun pada masa yang tak berdekatan.
Para arkeologi juga menemukan bahawa piramid Mesir dan piramid Maya dibangun dengan cara dan teknik yang sama sekali berbeda. Adapun soal bentuk? Jawapannya --menurut para arkeolog-- sederhana saja: unsur-unsur pada dua peradaban itu belum mengenal teknologi kubah untuk membangun konstraksi ekstra tinggi. Bentuk piramid adalah konstraksi paling sederhana yang mereka kenal.
Jika piramid tak boleh membuktikan kebenaran teori Atlantis Donnelly, bagaimana dengan tulisan hieroglif pada kebudayaan Maya dan Mesir kuno? ''Kalau boleh membaca hieroglif Mesir kuno, apakah Anda boleh membaca sembarang hieroglif Maya? Jawabannya: tidak. Dua kebudayaan tulis itu sama sekali tak mempunyai simbol dan teknik yang sama,'' kata Dr. Ken Feder.
Apa pun bukti dan teori yang dikemukakan para arkeologi untuk menidakkan teori Atlantis, jumlah mereka yang percaya ternyata tak pernah berkurang. Bukti-bukti baru mengenai keberadaan Atlantis pun terus bermunculan. Pada 1968, misalnya, Dr. Manson Valentine menemukan runtuhan yang kemudian ternama dengan sebutan ''Bimini Road''.
Jalan Bimini itu adalah sejumlah tembok, jalan, dan dermaga yang tersembunyi di kedalaman, di sebelah timur Bimini Utara. Temuan itu sekali lagi menyebabkan kontroversi keberadaan Atlantis menjadi pembicaraan ramai. Bagi para saintis penentang teori Atlantis, ''Bimini Road'' tak lebih dari sekumpulan karang dan bebatuan laut biasa.
Perdana Menteri Inggris Mencari Atlantis
TAPI, bagi mereka yang percaya, tak mungkin ada bebatuan laut yang membentuk pola-pola sedemikian rapi, dalam skala yang begitu besar. Juga, apakah mungkin ada sekumpulan bebatuan laut yang secara kebetulan memiliki bentuk semacam tiang-tiang besar sejenis di bawah permukaannya? Bagi kaum yang percaya, ditemukannya ''Bimini Road'' adalah kebenaran ramalan Edgar Cayce.
Edgar Cayce adalah seorang paranormal asal Virginia, Amerika Syarikat, peramal fenomena-fenomena supranatural yang meninggal pada 1945. Pada masa hidupnya, Edgar Cayce telah melakukan ratusan "interview" dengan ''alam gaib'' serta amatan spiritual yang membuktikan bahwa Atlantis memang pernah benar-benar ada. Uniknya, pada 1940, Edgar Cayce telah meramalkan penemuan Jalan Bimini oleh Dr. Manson Valentine.
''Poseidia akan menjadi bahagian Atlantis yang paling awal muncul ke permukaan bumi. Pada 1968 paling terlambat,'' kata Edgar Cayce. Paranormal ini juga telah menyebutkan bahawa Poseidia, bahagian paling barat dari Atlantis, akan muncul di dekat Bimini. Menurut Edgar Cayce, bahagian yang muncul di kedalaman 18.000 kaki di Bimini adalah titik tertinggi dari benua hilang yang tenggelam itu.
Layaknya sebuah legenda, kebenaran Atlantis boleh jadi akan selalu menjadi misteri. Yang jelas, sebagai legenda, peradaban Atlantis telah mempengaruhi banyak figure besar dalam sejarah. Menurut Charles Berlitz, dalam The Mystery of Atlantis, Christopher Columbus pun terpengaruh oleh legenda ini. Ia termasuk tergoda mencari ''Antilia'', nama lain Atlantis, sebelum akhirnya menemukan Amerika.
Pada akhir abad ke-19, William Gladstone, Perdana Menteri Inggeris pada pemerintahan Ratu Victoria, sempat secara rasmi meminta parlimen menyiapkan undang-undang yang menjamin penyediaan dana bagi ekspedisi pencarian Atlantis. Namun, permintaan Gladstone itu akhirnya ditolak sebahagian besar anggota parlimen.
Legenda Atlantis ternyata juga merupakan sumber ideologi Nazi. Walau jarang diungkap, kepercayaan Nazi bahwa ras Arya adalah ras paling mulia jelas-jelas didasarkan pada legenda Atlantis. Dalam dokumen-dokumen rahasia Nazi tertulis jelas bahwa Heinrich Himmler, pemimpin SS, satuan elite Nazi, pernah meminta para ilmuwan Jerman untuk membuktikan bahwa ras Arya adalah keturunan langsung dari ras super penghuni Atlantis.
Tags: sumber
Ulasan yang sungguh menarik, terima kasih atas penjelasan mengenai atlantis ini..
BalasPadam